welcome itu selamat datang
di blog anggawedhaswhara
untuk mengunjungi websitenya,
silahkan scan QR-Code berikut

whatyourart

enter itu masuk

Thursday, September 28, 2006

hari-21, 23:57 wib

Hari ini mencekam tak seperti biasanya....

Apa kabarmu Bisri? Setelah lelah mengukur hari di atas pematang sawah. Kau biarkan air matamu luruh mendengarkan adzan maghrib yang tak selalu sanggup menghadirkan rejeki bagi mereka yang berpuasa –shaum, kata kawanku-. Masih kau telusuri jalanan sepanjang asia afrika? Barisan tunawisma yang jumlahnya cukup bagi kita untuk tak hentinya berdzikir.

Tak hanya di situ bukan? masih banyak mereka berdiam di desa-desa ngarai yang tak terjamah pandangan kita. Yang memiliki rumah namun angin menerpa tubuh saat subuh tiba setelah sebelumnya nyamuk-nyamuk menusuk tubuh mereka.

Sedang diluaran, kawan-kawan kita asik membakar uang dengan sebatang rokok atau sebotol bir mungkin. Bapakmu masih membakar bensin dengan mobil Merzy kebanggaan keluargamu itu bukan? atau, kakakmu masih saja tak hentinya memodifikasi mobil untuk dijadikan pusat perhatian dijalanan. Atau kawan kita yang satu itu, menelusuri asia afrika untuk kemudian belok ke alkateri dan jalan ABC yang masih saja penuh perempuan-perempuan yang mengais rejeki dengan kehangatannya, bahkan dibulan Ramadhan ini.

Kamu dimana saat itu bisri? menghabiskan waktu dikamar? menghabiskan waktu beriktikaf di dalam masjid yang megah itu? mengkaji Al-Quran untuk memperkaya batinmu sendiri? menghadiri ta’lim dari masjid satu ke masjid lain? ikut serta safari tarawih?

banyak orang yang menghabiskan Ramadhannya di atas gunung-gunung
di pesisir-pesisir pantai, masuk-masuk kedalam hutan
bahkan ada yang berdiam di dalam gua-gua
mengasingkan diri dari keramaian
mencari keheningan yang mendamaikan Ramadhan
tapi aku hanya ingin di sini, di surau sepi ditengah kota yang berdebu saat dzuhur
yang gelap tanpa cahaya saat maghrib dan isya
yang selalu senyap disaat shubuh berkumandang
sementara di luar, suara ceramah qobla tarawih meneriakkan kebenaran
anak-anak diperintahkan untuk banyak beramal
pemuda-pemuda dipaksa untuk beribadah dengan ancaman api neraka
tapi aku hanya ingin di sini, di surau sepi yang tak ada seorang pun pedulikannya
yang daun-daun pun berguguran hingga mengering di selasarnya
dimana kalian? ikhwan-ikhwan masjid, akhwat-akhwat penggiat ta’lim
yang di ba’iat Ramadhan untuk berserah diri
mendendangkan nasyid sebelum berbuka
melantunkan Al-Quran selepas shalat fardu beramai-ramai
memenuhi masjid-masjid besar dengan kajian-kajian aktual
sementara aku tetap disini, disurau sepi yang hampir rubuh
mengobati luka-luka dengan kemampuan yang tak seberapa
merajut dedaunan jati menjadi permadani yang meng-alasi shalat
mengajarkan tetumbuhan dan serangga-serangga mendendangkan shalawat
[12 oktober 200518:30]

Entah kenapa tiba-tiba aku merasa miris menyaksikan adegan di televisi tentang sebuah surau yang hampir saja ambruk itu. Apa kamu juga ikut menyaksikan? atau mungkin kau tengah mabuk bertilawah Quran dimasjid megah didepan rumah kamu. Sehingga lupa bahwa diluar masih banyak manusia yang tak seberuntung kamu bisa syahdu beri’tikaf didalam masjid dengan perut berisi cukup energi bergizi. Atau kamu mungkin tak tahu kalau kamu tak perlu bersitegang dengan sopir-sopir angkot akibat bayar ongkos yang kurang.

Hujan masih gerimis saat ini, dan aku menyaksikan lagi di televisi tentang kawan-kawan kita yang bersyiar lewat nada dan lantunan yang lazim disebut nasyid. Ah, buat apa itu semua. Jika diluar masih banyak orang yang mati kelaparan. Masih banyak orang yang kedinginan di pinggiran jalan didepan toko-toko pakaian di jalanan Oto Iskandardinata. Sebuah paradoks yang dingin. Atau mungkin aku lah yang tidak paham itu semua. Entahlah…
Yang pasti hujan semakin menderas dan dingin menyelusup di sela-sela solat tarawih dimasjid didepan rumahku. Sementara aku yakin benar ada orang yang merasakan dingin lebih dari ini. Tanpa sehelai kain sarung pun mungkin.

Bayanganku melayang ke sepanjang Asia Afrika, perempatan jalan di Dago hingga jalan Merdeka, juga di kolong-kolong jembatan Pasupati. Pada anak-anak busung lapar di Maluku, Lombok dan di pedalaman Irian Jaya. Pada korban gempa di Pakistan. Kemudian bayang melayang lagi pada seluruh ikhwan kita di Palestina. Saudara-saudara kita di Aceh, Ambon, Poso.

Sedangkan kita? masih saja betah bertilawah untuk pemuasan batin dan meraih pahala sebanyak-banyaknya sendirian. Beritikaf mengasingkan diri dari keramaian dan hiruk-pikuk keduniawaian. Menghabiskan waktu turut pada kajian-kajian aktual untuk pemenuhan ilmu sendirian.

Aku jadi teringat cerita guruku, tentang sebuah kota yang dilanda bencana. Alkisah suatu kota pada suatu zaman dihuni oleh orang-orang yang berdosa. Istri-Istri sudah tak mendengar kata-kata suaminya, anak-anak banyak sudah menentang ayah ibunya, dan para suami sudah tak ingat pulang menafkahi anak istrinya. Allah SWT akan menghancurkan kota itu dengan sebuah bencana yang maha dahsyat, belumlah kunfayakun seketika malaikat berinterupsi pada Allah SWT. “Ya, Allah… Ya Malikulmulki… Bukankah di kota itu tinggal si Fulan yang rajin beribadah kepadamu, yang malam hari ia habiskan untuk bersimpuh dihadapan-Mu, yang baginya setiap langkahnya selalu didasarkan dengan niatan baik dan semata setiap langkahnya adalah mengharap ridho-Mu? Bukankah ialah yang selalu mengumandangkan seruan solat setiap lima kali dalam sehari?” kemudian Allah SWT menjawab,”Apakah kau pikir jalan yang dilakukan si Fulan adalah jalan yang benar?. Memang ia sudah banyak beribadah padaku, menghabiskan malamnya dengan tahajud dan pasrah berserah, setiap langkahnya aku hitung sebagai ibadah, dan ialah yang selalu menyeru umat manusia di kota itu untuk beribadah dirumahku. Tapi ia tak pernah sedikitpun mengajak orang-orang sekitarnya untuk bersama-samanya beribadah, tak pernah ia mengajarkan ilmunya pada orang-orang, dan sama sekali ia lupa pada orang-orang yang mungin sedang kesusahan ditempat lain”. Mendengar itu semua malaikat menangis dan memohon ampun pada Allah SWT, “Ya Allah…. semua itu adalah mahlukmu, dan hakmu lah atas mereka-mereka itu”. Kemudian serta merta bencana melanda kota itu, seluruh penduduknya dilaknat Allah tanpa terkecuali termasuk si Fulan.

Begitulah Bisri. Jadi aku pikir buat apa semua sholat dan ibadahmu jika kau sama sekali lupa pada sekitarmu. Kamu biarkan anak-anak kecil mati kelaparan, kau biarkan istri-istri itu terlantar ditinggalkan suaminya. Dan kau pun sama sekali lupa pada mereka yang entah dimana akan menghabiskan malam menunggu senja.

Ah.. tapi setiap kita punya wilayah iman tersendiri. Dan aku tak bisa berbuat banyak sekarang. Air mata tak lagi luruh karena sudah kering rupanya. Namun doa masih akan mengalir dari mulut kita semua bukan? meluruh dari hati membasahi bumi yang haus cinta setelah bom-bom meledak dan bencana melanda.

Wallahualam Bishawab… Mungkin besok aku akan lebih cerewet….

0 comments:

Related Posts with Thumbnails