welcome itu selamat datang
di blog anggawedhaswhara
untuk mengunjungi websitenya,
silahkan scan QR-Code berikut

whatyourart

enter itu masuk

Thursday, September 28, 2006

Kota[K] Mimpi

(taman kota mimpi, diambil di hari tak bertanggal)


M… retorikaku kini parau. Pada sekawanan awan yang bergelombang, kujumpai hari berkabut gelap. Kau mungkin tahu, realitas-realitas itu menjadi semu pada selaksa hari yang dusta. Kini, asumsi-asumsiku menjadi gamang. Pada jambangan dari Tiongkok pemberianmu, aku temui resah yang membahana. Harapanku sih, semoga esok hujan reda membentuk pelangi. Asyik, bukan?

O ya… aku punya cerita untukmu. Kemarin aku bertemu Zahra –tentu saja bukan kamu, sebab kamu bukan Zahra yang kumaksud bukan?- , ia memberiku sebuah kotak berwarna biru. Biru langit? biru laut? bukan,bukan biru seperti itu.
Dan kamu tau itu apa M?. mmmh… untuk yang ini, aku merasa perlu menceritakan padamu selengkapnya. Tak ada yang ku sensor, apalagi ku kurangi.
>>

“Wujudkan Mimpimu”, begitulah kira-kira bunyi dari slogan di suatu kota yang baru saja aku pijaki oleh kaki lunglaiku. Suatu kota yang hening, dan damai, tempat semua harap dan angan-angan terusahakan. Sebuah tempat aneh, tapi indah. Namun, apalah bedanya aneh dan indah, begitupun sebaliknya. Aneh dan indah hanya berbatas sebuah benang tipis –mungkin tipis sekali-. Bahkan dikota tempat asalku pun ini berlaku, tak beda, tak lebih, apalagi kurang.

Kembali ke soal tempat, atau mungkin kota ini. Konon, menurut kebanyakan orang yang pernah tinggal atau minimalnya menghirup udara kota ini –tempat ini-. Kota ini indah dan sangat cocok untuk jiwaku yang sedang gundah. Tempat dimana kegalauanku dapat kulepaskan, katanya.

Mungkin, kau akan bertanya ihwal kegundahan yang bergejolakan ini. Baik, sebelum lebih jauh berkata ke lain bahasan, mari kita coba bicarakan. Kejadiannya bermula dari kehadiranku ke tempat kekasihku Zahra. Sebuah nama yang indah, yang menimbulkan juta kerinduan.

Di tempat kekasihku itu, aku melepas kerinduan bersamanya. Setelah cukup berbincang tentang kita, Zahra meninggalkanku sesaat. Karena tak tahu akan melakukan apa, maka refleks saja tanganku menyentuh deretan buku-buku yang ada dimeja kamarnya. Sampai akhirnya tanpa kuduga dan otomatis saja kusentuh sebuah kotak yang yang letaknya tak jauh dari situ. Kotak itu sungguh menarik, karena ia keluarkan seberkas cahaya menarik hati, yang memancing kedua tanganku untuk membuka dan melihat isinya.

Sampai sudahlah tanganku memegang ujung kotak manis itu. Mungkin tinggal dalam hitungan detik saja dapat kubuka kotak itu. Kotak manis menarik kati. Hatiku bertanya-tanya, gerangan apa isi kotak itu.

Serta merta saja kubuka kotak itu, sesuatu –entah apa namanya- mengisyaratkan soal keraguan Zahra pada keyakinanku. Seketrika saja aku terhenyak dan tak mampu bicara apa, kenapa, dan bagaimana. Tapi satu hal lagi –entah apa lagi namanya- mengisyaratkan sesuatu yang sangat bertolak belakang. Hal itu isyaratkan soal cintanya Zahra kekasih hatiku yang sangat dalam. Hal kedua ini bukannya membuat aku bahagia, tapi malah membuat aku bingung.

Diantara dua hal tadi, mana yang benar dan mana yang tidak? mana yang nyata dan mana yang maya?. Lagi, aku tambah bingung dibuatnya.

Tak kulanjutkan lagi pengisyaratan hal-hal tadi, padahal mungkin masih ada sesuatu-sesuatu lain yang dapat kuisyaratkan. Tapi aku takut dan enggan. Karena jika saja Zahra mengetahuinya aku membuka kotak itu, tentu dan dapat dipastikan ia akan marah besar.

Seketika kututup kotak itu, dan lalu kusimpan ditempat asalnya. Hanya saja ketika akan kuletakkan, aku lupa keadaan awalnya. Gila!, Zahra itu sangat teliti. Ia bisa tahu hingga detil kecil keadaan barangnya. Apalagi kotak yang mungkin rahasia ini, yang pernah secara tak langsung ia menyatakan akan sangat marah –jika tidak dibilang murka- bila ada yang berani mengusik barang rahasianya itu. Dan kini, aku telah melihat isinya. Tidak!

Kuletakkan kotak itu menurut feelingku. Tak lama waktu berselang Zahra datang, dan kembali menyapa diriku dengan ramah. Sebuah sapaan dengan sejuta penawaran. Zahra sayang, Zahra cintaku: maafkan aku telah melukaimu. Saat itu hatiku bingung dan tak sanggup bicara banyak. Sampai pada akhirnya aku pulang, tak kukatakan hal itu.

Gila! setelah kesalahan itu, aku lakukan lagi kesalahan baru. Aku mendustainya.

Begitulah M…, sampai saat aku jejakkan kakiku di kota mimpi ini belum saja kuakui kebodohanku tadi. Sebuah kebodohan yang diliputi rasa keingin tahuan, aneh, dan yang pasti kebingungan gila ini…… aaargh!

Sekarang aku sudah ada di kota mimpi ini, sebuah kota yang menurut banyak orang memberikan berjuta pengharapan atas penyelesaian sebuah permasalahan. namun aku tak tahu pasti apa yang harus kulakukan sekarang. harus kemana terlebih dahulu kulangkahkan kakiku. Tanpa tahu arah pasti, kulangkahkan kakiku susuri jalanan kota mimpi ini.

Sampailah aku disebuah persimpangan. lagi-lagi hal yang aneh. Persimpangan ini memiliki bentuk yang hampir sama dengan persimpangan ditempatasalku, hanya saja persimpangan ini terbentuk dari sesuatu yang lagi-lagi aku tak tahu apa namanya. Berwarna coklat keemasan. Bersinar indah dan memberi benderang. Langit kota mimpi yang temaram, jadi terang. Bak siang bolong, ditempat asalku.

Aku terpana ditengah persimpangan benderang ini. Kiri, kanan, atau mungkin lurus? ; hatiku bertanya soal langkah kaki selanjutnya.

Sebelum sempat kulangkahkan kakiku –sepersekian detik waktu bumi- tubuhku bergetar. Kota ini gemetar. Gempa bumi? atau gunung meletus?. Semburat, aku berlari tak karuan. Cemas mencari jalan keluar.

Kini seketika gempa bumi itu berhenti. Tanpa isyarat. Tnpa aba-aba. Kurebahkan tubuh dibawah rindang pohon. Aku lelah. Jantung masih berdegup kencang.

Melepas lelah. Kurebahkan tubuh diatas rumput taman. Taman Mimpi, di Kota Mimpi.

Belum sempat kuturunkan ritme degup jantung ini, lagi aku dikagekan oleh hal lain. Langit kota mimpi membuka! Kiamat! “Tidak!” jangan kiamat dulu!!!

Seketika, sepersekian detik waktu bumi. Sepasang mata dari langit menatap taman ini. Mata Tuhan kah?

Bukan, aku tahu benar. Itu mata Zahra.
>>

Begitulah M… dan sampai saat ini pun, aku belum juga bangun dari mimpi yang sukar kumaknai itu. Padahal, sepasang mata telah cukup mengagetkanku.

Terakhir, maafkan aku M. Sebab menyeretmu pada mimpi yang gamang ini dan melibatanmu dalam persoalan yang masih saja sukar kumaknai.

fin

0 comments:

Related Posts with Thumbnails